Administrasi Perpajakan dan Retribusi
oleh:
Muhammad Iqbal M
Muhammad Iqbal M
1365141012
Administrasi Negara
Administrasi Negara
Ilmu Sosial
Universitas Negeri Makassar
Universitas Negeri Makassar
1.
Undang-Undang No. 28 Tahun
2007, tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No. 6
Tahun 1983, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Dalam Undang-Undang ini yang
dimaksud dengan:
1.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Wajib Pajak adalah orang pribadi
atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
3. Badan adalah sekumpulan orang
dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang
tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah
dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik,
atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
4.
Pengusaha adalah orang pribadi atau
badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean,
melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
5. Pengusaha Kena Pajak adalah
Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa
Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai
1984 dan perubahannya.
6.
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor
yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan
yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
7.
Masa Pajak adalah jangka waktu yang
menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak
yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam
Undang-Undang ini.
8.
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1
(satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang
tidak sama dengan tahun kalender.
9.
Bagian Tahun Pajak adalah bagian
dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
10.
Pajak yang terutang adalah pajak
yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau
dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
11.
Surat Pemberitahuan adalah surat
yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau
pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.
12.
Surat Pemberitahuan Masa adalah
Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
13.
Surat Pemberitahuan Tahunan adalah
Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
14.
Surat Setoran Pajak adalah bukti
pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan
formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat
pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
15.
Surat ketetapan pajak adalah surat
ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar.
16.
Penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak
pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
17.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah
pajak yang telah ditetapkan.
18.
Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan
jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
19.
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak
karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau
seharusnya tidak terutang.
20.
Surat Tagihan Pajak adalah surat
untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga
dan/atau denda.
21.
Surat Paksa adalah surat perintah
membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
22.
Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan
adalah pajak yangdibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak
yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun
berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau
dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di
luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang
dikurangkan dari pajak yang terutang.
23.
Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan
Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak
yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
24.
Pekerjaan bebas adalah pekerjaan
yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha
untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
25.
Pemeriksaan adalah serangkaian
kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang
dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
26.
Bukti Permulaan adalah keadaan,
perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat
memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu
tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
27.
Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah
pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya
dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
28.
Penanggung Pajak adalah orang
pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil
yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
29.
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan
yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan
yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah
harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun
laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak
tersebut.
30.
Penelitian adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan
dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan
penghitungannya
31.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak,
jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
32.
Tanggal diterima adalah tanggal
stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal diterima secara
langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima
secara langsung.
33.
Tanggal dikirim adalah tanggal
stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal disampaikan secara
langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan
secara langsung.
34.
Surat Keputusan Pemberian Imbalan
Bunga adalah surat keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan
kepada Wajib Pajak.
35.
Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
36.
Putusan Peninjauan Kembali adalah
putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh
Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau
Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.
37.
Putusan Gugatan adalah putusan badan
peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.
38.
Putusan Banding adalah putusan badan
peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan
oleh Wajib Pajak.
39.
Surat Keputusan Keberatan adalah
surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap
pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
40.
Surat Keputusan Pembetulan adalah
surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau
kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak,
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan
Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi
Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan
Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.
41.
Penyidik adalah pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi
wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.
Undang-Undang No. 36 Tahun 2008, Tentang Perubahan Keempat
Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
1.
Yang menjadi subjek pajak adalah:
orang pribadi;/ warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan
yang berhak;/ badan; dan/ bentuk usaha tetap.
2.
Bentuk usaha tetap merupakan subjek
pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.
3.
Subjek pajak dibedakan menjadi subjek
pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.
4.
Subjek pajak dalam negeri adalah:
a.
orang pribadi yang bertempat tinggal
di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang
pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
untuk bertempat tinggal di Indonesia;
b.
badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang
memenuhi kriteria:
·
pembentukannya berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
·
pembiayaannya bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah;
·
penerimaannya dimasukkan dalam
anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
·
pembukuannya diperiksa oleh aparat
pengawasan fungsional negara; dan
c.
warisan yang belum terbagi sebagai
satu kesatuan menggantikan yang berhak.
5.
Subjek pajak luar negeri adalah:
a)
orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari
183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia; dan
b)
orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari
183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.
6.
Bentuk usaha tetap adalah bentuk
usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
a)
tempat kedudukan manajemen;
b)
cabang perusahaan
c)
kantor perwakilan
d)
gedung kantor;
e)
pabrik
f)
gudang
g)
bengkel
h)
ruang untuk promosi dan penjualan;
i)
pertambangan dan penggalian sumber
alam;
j)
wilayah kerja pertambangan minyak
dan gas bumi;
k)
perikanan, peternakan, pertanian,
perkebunan, atau kehutanan;
l)
proyek konstruksi, instalasi, atau
proyek perakitan;
m)
pemberian jasa dalam bentuk apa pun
oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh)
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
n)
orang atau badan yang bertindak
selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
o)
agen atau pegawai dari perusahan
asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang
menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan
p)
komputer, agen elektronik, atau
peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara
transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
7.
Tempat tinggal orang pribadi atau
tempat kedudukan badan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak menurut keadaan
yang sebenarnya.
3.
Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2000 tentang pajak pertambahan nilai atas Barang & Jasa
serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Dalam Undang-undang ini yang
dimaksud dengan:
1.
Daerah Pabean adalah wilayah
Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara
diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas
Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan.
2.
Barang adalah barang berwujud, yang
menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak
bergerak, dan barang tidak berwujud.
3.
Barang Kena Pajak adalah barang
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yang dikenakan pajak berdasarkan
Undang-undang ini.
4.
Penyerahan Barang Kena Pajak adalah
setiap kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka
3.
5.
Jasa adalah setiap kegiatan
pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan
suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai,
termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau
permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
6.
Jasa Kena Pajak adalah jasa
sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan
Undang-undang ini.
7.
Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah
setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 6.
8.
Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari
luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
9.
Impor adalah setiap kegiatan
memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean.
10.
Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak
berwujud dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Barang Kena
Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean karena suatu perjanjian di dalam
Daerah Pabean.
11.
Ekspor adalah setiap kegiatan
mengeluarkan barang dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean.
12.
Perdagangan adalah kegiatan usaha
membeli dan menjual, termasuk kegiatan tukar menukar barang, tanpa mengubah
bentuk atau sifatnya.
13.
Badan adalah sekumpulan orang dan
atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam
bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang
sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.
14.
Pengusaha adalah orang pribadi atau
badan sebagaimana dimaksud dalam angka 13 yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar
Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah
Pabean.
15.
Pengusaha Kena Pajak adalah
Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam angka 14 yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan
Undang-undang ini, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
16.
Menghasilkan adalah kegiatan
mengolah melalui proses mengubah bentuk atau sifat suatu barang dari bentuk
aslinya menjadi barang baru atau mempunyai daya guna baru, atau kegiatan
mengolah sumber daya alam termasuk menyuruh orang pribadi atau badan lain
melakukan kegiatan tersebut.
17.
Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah
Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk
menghitung pajak yang terutang.
18.
Harga Jual adalah nilai berupa uang,
termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena
penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang
dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam
Faktur Pajak.
19.
Penggantian adalah nilai berupa
uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi
jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut
menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur
Pajak.
20.
Nilai Impor adalah nilai berupa uang
yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang
dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean
untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang
dipungut menurut Undang-undang ini.
21.
Pembeli adalah orang pribadi atau
badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan
yang membayar atau seharusnya membayar harga Barang Kena Pajak tersebut.
22.
Penerima jasa adalah orang pribadi
atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Jasa Kena Pajak
dan yang membayar atau seharusnya membayar Penggantian atas Jasa Kena Pajak tersebut.
23.
Faktur Pajak adalah bukti pungutan
pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan pajak karena
impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
24.
Pajak Masukan adalah Pajak
Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak
karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau
pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena
Pajak.
25.
Pajak Keluaran adalah Pajak
Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, atau ekspor
Barang Kena Pajak.
26.
Nilai Ekspor adalah nilai berupa
uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
27.
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai
adalah bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang
terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau
penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi
Pemerintah tersebut."
Tarif
Pajak:
1.
Pajak Pertambahan Nilai
·
Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10%
(sepuluh persen).
·
Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas
ekspor Barang Kena Pajak adalah 0% (nol persen).
·
Dengan Peraturan Pemerintah, tarif pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi serendah-rendahnya 5%
(lima persen) dan setinggi-tingginya 15% (lima belas persen).
2.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah
·
Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh
lima persen).
·
Atas ekspor Barang Kena Pajak Yang
Tergolong Mewah dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen).
4.
Undang-undang
Nomor 12 Tahun 2000 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
Obyek
Pajak
( Pasal 2 ayat (1) UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994
)
Yang
menjadi objek pajak adalah Bumi dan Bangunan:
·
Pengertian Bumi, Bumi adalah
permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.
·
Pengertian Bangunan, Bangunan adalah
konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau
perairan.
Yang
termasuk pengertian bangunan adalah :
a.
Jalan lingkungan yang terletak dalam
suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya dan lain-lain
yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut;
b.
jalan TOL;
c.
kolam renang;
d.
pagar mewah;
e.
tempat olah raga;
f.
galangan kapal, dermaga;
g.
taman mewah;
h.
tempat penampungan/kilang minyak,
air dan gas, pipa minyak;
i.
fasilitas lain yang memberikan
manfaat;
Tarif Pajak
( Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 )
Tarif
pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5 % (lima persepuluh
persen).
Dasar Pengenaan PBB
( Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 jo. Pasal
2 (3) KMK-523/KMK.04/1998)
·
Yang menjadi Dasar Pengenaan PBB
adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Besarnya Nilai Jual Objek Pajak
ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah
tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya.
·
Meskipun pada dasarnya penetapan
nilai jual objek pajak adalah 3 (tiga) tahun sekali, namun untuk daerah
tertentu yang karena perkembangan pembangunan mengakibatkan nilai jual objek
pajak cukup besar, maka penetapan nilai jual ditetapkan setahun sekali. Dalam
menetapkan nilai jual, Menteri Keuangan mendengar pertimbangan Gubernur serta
memperhatikan asas self assessment.
·
Nilai jual sebagai Dasar Pengenaan
PBB dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok A dan kelompok B
(KMK-523/KMK.04/1998).
·
Dalam hal ada objek pajak yang nilai
jual per M2 nya lebih besar dari ketentuan Nilai Jual Objek Pajak, Nilai Jual
Objek Pajak yang terjadi di lapangan tersebut digunakan sebagai dasar
pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.
Dasar Penghitungan Pajak
( Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 jo. PP
No.25 Tahun 2002).
·
Yang menjadi dasar penghitungan PBB
adalah Nilai Jual Kena Pajak (assessment value) atau NJKP, yaitu suatu
persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya. NJKP ditetapkan
serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus
persen).
·
Besarnya persentase NJKP ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional.
Contoh :
Nilai jual suatu objek pajak sebesar Rp 1.000.000,00
persentase Nilai Jual Objek Pajak misalnya 20% maka besarnya Nilai Jual Kena
Pajak : 20% x Rp 1.000.000,00 = Rp200.000,00
Dasar Penghitungan Pajak
( Pasal 7 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12
Tahun 1994).
Secara umum besarnya pajak yang terutang dihitung dengan
cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), atau lebih
lengkapnya sebagaimana diuraikan pada rumus dibawah ini:
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena
Pajak
(NJOTKP)
Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak
(NJOPKP)
Nilai Jual Kena Pajak
(NJKP)
= 20% X NJOPKP (untuk NJOP < 1
Miliar); atau
= 40% X NJOPKP (untuk NJOP 1
Miliar atau lebih)
Besarnya PBB terutang = 0,5 % X NJKP
|
XXXXX
XXXXX
(-)
XXXXX
XXXXX
XXXXX
|
5. Undang-Undang No 17 Tahun 1997
tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
Dalam
Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Pejabat
yang berwenang adalah Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Bea dan Cukai,
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Bupati atau Walikota Madya Kepala Daerah
Tingkat II, atau pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan peraturan
perundang-undangan perpajakan;
2.
Pajak
adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, termasuk Bea
Masuk dan Cukai, dan pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3.
Peraturan
perundang-undangan perpajakan adalah semua peraturan di bidang perpajakan;
4.
Keputusan
adalah suatu penetapan tertulis di bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh
pejabat yang berwenang berdasarkan dan dalam rangka pelaksanaan peraturan
perundang-undangan perpajakan;
5.
Sengketa
pajak adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan yang
bersangkutan dapat diajukan banding atau gugatan ke Badan Penyelesaian Sengketa
Pajak;
6.
Banding
adalah upaya hukum terhadap suatu keputusan pejabat yang berwenang sepanjang
diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan;
7.
Gugatan
adalah upaya hukum terhadap pelaksanaan penagihan pajak sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan;
8.
Surat
uraian banding adalah surat terbanding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
yang berisi jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon banding;
9.
Surat
tanggapan adalah surat dari tergugat kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
yang berisi jawaban atas alasan gugatan yang diajukan oleh penggugat;
10.
Surat
bantahan adalah surat dari pemohon banding atau penggugat kepada Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak yang berisi bantahan atas surat uraian banding atau surat
tanggapan;
11.
Tanggal
dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam
hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat atau keputusan
atau putusan disampaikan secara langsung;
12.
Tanggal
diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam
hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat atau keputusan atau
putusan diterima secara langsung;
13.
Ketua,
Wakil Ketua, dan Anggota adalah Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota pada Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak;
14.
Anggota
Tunggal adalah Anggota yang ditunjuk oleh Ketua untuk memeriksa dan memutus
sengketa pajak dengan acara cepat;
15.
Anggota
Sidang adalah Anggota Tunggal atau Anggota dalam suatu Majelis termasuk Ketua
Sidang;
16.
Ketua
Sidang adalah Anggota Sidang yang ditunjuk oleh Ketua untuk memimpin sidang;
17.
Sekretaris,
Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti adalah Sekretaris, Wakil Sekretaris,
dan Sekretaris Pengganti pada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak;
18.
Sekretaris
Sidang adalah Sekretaris, Wakil Sekretaris, atau Sekretaris Pengganti yang
bertugas melaksanakan pelayanan di bidang administrasi penyelesaian sengketa
pajak dalam suatu persidangan;
19.
Menteri
adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
6.
Undang-Undang
No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Dalam Undang-undang ini, yang
dimaksud dengan :
1.
Daerah Otonom, selanjutnya disebut
Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas Daerah tertentu
berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
2.
Pemerintah Daerah adalah Kepala
Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai badan eksekutif
Daerah.
3.
Kepala Daerah adalah Gubernur bagi
Daerah Propinsi atau Bupati bagi Daerah Kabupaten atau Walikota bagi Daerah
Kota.
4.
Pejabat adalah pegawai yang diberi
tugas tertentu di bidang perpajakan Daerah dan/atau Retribusi Daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5.
Peraturan Daerah adalah peraturan
yang ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
6.
Pajak Daerah, yang selanjutnya
disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan
kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah.
7.
Badan adalah sekumpulan orang
dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang
tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam
bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang
sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.
8.
Subjek Pajak adalah orang pribadi atau
badan yang dapat dikenakan Pajak Daerah.
9.
Wajib Pajak adalah orang pribadi
atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
Daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk
pemungut atau pemotong pajak tertentu.
10.
Masa Pajak adalah jangka waktu yang
lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim atau jangka waktu lain yang
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.
11.
Tahun Pajak adalah jangka waktu yang
lamanya 1 (satu) tahun takwim kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku
yang tidak sama dengan tahun takwim.
12.
Pajak yang terutang adalah pajak
yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau
dalam bagian Tahun Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan Daerah.
13.
Pemungutan adalah suatu rangkaian
kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak atau Retribusi,
penentuan besarnya pajak atau Retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan
pajak atau Retribusi kepada Wajib Pajak atau Wajib Retribusi serta pengawasan
penyetorannya.
14.
Surat Pemberitahuan Pajak Daerah,
yang dapat disingkat SPTPD, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, Objek Pajak dan/atau bukan
Objek Pajak, dan/atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan Daerah.
15.
Surat Setoran Pajak Daerah, yang
dapat disingkat SSPD, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah atau ke
tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.
16.
Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang
dapat disingkat SKPD, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya
jumlah pokok pajak.
17.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang
Bayar, yang dapat disingkat SKPDKB, adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan
pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih
harus dibayar.
18.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang
Bayar Tambahan, yang dapat disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
19.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih
Bayar, yang dapat disingkat SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih
besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
20.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil,
yang dapat disingkat SKPDN, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang
dan tidak ada kredit pajak.
21.
Surat Tagihan Pajak Daerah, yang
dapat disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau
sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
22.
Surat Keputusan Pembetulan adalah
surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung dan/atau
kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan Daerah yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak
Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah
Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat
Ketetapan Pajak Daerah Nihil atau Surat Tagihan Pajak Daerah.
23.
Surat Keputusan Keberatan adalah
surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat
Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar
Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak
Daerah Nihil atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang
diajukan oleh Wajib Pajak.
24.
Putusan Banding adalah putusan badan
peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan
oleh Wajib Pajak.
25.
Pembukuan adalah suatu proses
pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi
keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta
jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan
menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun
Pajak berakhir.
26.
Retribusi Daerah, yang selanjutnya
disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
27.
Jasa adalah kegiatan Pemerintah
Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau
kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
28.
Jasa Umum adalah jasa yang
disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan
kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
29.
Jasa Usaha adalah jasa yang
disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial
karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.
30.
Perizinan Tertentu adalah kegiatan
tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi
atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan
pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam,
barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan
umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
31.
Wajib Retribusi adalah orang pribadi
atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk
melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi
tertentu.
32.
Masa Retribusi adalah suatu jangka
waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk
memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah yang
bersangkutan.
33.
Surat Setoran Retribusi Daerah, yang
dapat disingkat SSRD, adalah surat yang oleh Wajib Retribusi digunakan untuk
melakukan pembayaran atau penyetoran Retribusi yang terutang ke Kas Daerah atau
ke tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah.
34.
Surat Ketetapan Retribusi Daerah,
yang dapat disingkat SKRD, adalah surat ketetapan Retribusi yang menentukan
besarnya pokok Retribusi.
35.
Surat Ketetapan Retribusi Daerah
Lebih Bayar, yang dapat disingkat SKRDLB, adalah surat ketetapan Retribusi yang
menentukan jumlah kelebihan pembayaran Retribusi karena jumlah kredit Retribusi
lebih besar daripada Retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
36.
Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang
dapat disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan Retribusi dan/atau
sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
37.
Pemeriksaan adalah serangkaian
kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan/atau keterangan lainnya
untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Daerah dan Retribusi dan
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan Daerah dan Retribusi.
38.
Penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan Daerah dan Retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
Penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari
serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di
bidang perpajakan Daerah dan Retribusi yang terjadi serta menemukan
tersangkanya."
7.
Undang-Undang No.
19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dan Surat Paksa
Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud
dengan :
1.
Pajak
adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, termasuk Bea
Masuk dan Cukai, dan pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, menurut
undang-undang dan peraturan daerah.
2.
Wajib
Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan,
termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
3.
Penanggung
Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran
pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
4.
Badan
adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara
atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi social
politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk
badan lainnya.
5.
Pejabat
adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak,
menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang,
Surat Penentuan Harga Limit, Pembatalan Lelang, Surat Perintah Penyanderaan dan
surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung
Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut undangundang dan
peraturan daerah.
6.
Jurusita
Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan
seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan.
7.
Pengadilan
Negeri adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tindakan
penagihan pajak dilaksanakan.
8.
Utang
Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa
bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau
surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
9.
Penagihan
Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak
dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan
seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan,
melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah
disita. Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah
surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada
Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya. Penagihan Seketika dan Sekaligus
adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung
Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang
pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak. Surat Paksa adalah
surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
10.
Biaya
Penagihan Pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Jasa Penilai dan
biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.
11.
Penyitaan
adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna
dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan
perundangundangan.
12.
Objek
Sita adalah barang Penanggung Pajak yang dapat dijadikan jaminan utang pajak.
13.
Barang
adalah tiap benda atau hak yang dapat dijadikan objek sita.
14.
Lelang
adalah setiap penjualan barang dimuka umum dengan cara penawaran harga secara
lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.
15.
Kantor
Lelang adalah kantor yang berwenang melaksanakan penjualan secara lelang.
16.
Risalah
Lelang adalah Berita Acara Pelaksanaan Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang
atau kuasanya dalam bentuk yang ditentukan oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan lelang.
17.
Pencegahan
adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu
untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
18.
Penyanderaan
adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan
menempatkannya di tempat tertentu
19.
Gugatan
atau Sanggahan adalah upaya hukum terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau
kepemilikan barang sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan.
20.
Kepala
Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota.
21.
Pemerintah
Daerah adalah pemerintah daerah yang wilayah hukumnya meliputi tempat tindakan
penagihan pajak dilaksanakan.
22.
Menteri
adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
23.
Hari
adalah hari kalender.”
8.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan
Objek
Pajak
( Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No.20
Tahun 2000 )
Yang
menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Perolehan
hak atas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a.
Pemindahan
Hak karena :
·
Jual beli
·
Tukar
Menukar
·
Hibah
·
Hibah
Wasiat, adalah suatu penetapan
wasiat yang khusus mengenai pemberian hak atas tanah dan atau bangunan kepada
orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah
wasiat meninggal dunia.
·
Waris
·
Pemasukan
dalam perseroan atau badan hukum lainnya,
adalah pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau
badan kepada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal
pada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya tersebut.
·
Pemisahan
hak yang mengakibatkan peralihan,
adalah pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang
pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak bersama.penunjukan pembeli dalam
lelang;
·
Penunjukan
pembeli dalam lelang, adalah penetapan pemenang lelang
oleh Pejabat Lelang sebagaimana yang tercantum dalam Risalah Lelang.
·
Pelaksanaan
putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, sebagai pelaksanaan dari putusan hakim yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, terjadi peralihan hak dari orang pribadi
atau badan hukum sebagai salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam
putusan hakim tersebut.
·
Penggabungan
usaha adalah penggabungan dari dua badan
usaha atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan
usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung.
·
Peleburan
usaha adalah penggabungan dari dua atau
lebih badan usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi
badan-badan usaha yang bergabung tersebut.
·
Pemekaran
usaha adalah pemisahan suatu badan usaha
menjadi dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan
mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang
dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama.
·
Hadiah adalah suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas
tanah dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum
kepada penerima hadiah.
b.
Pemberian
hak baru karena :
·
Kelanjutan
pelepasan hak; Yang dimaksud dengan pemberian hak
baru karena kelanjutan pelepasan hak adalah pemberian hak baru kepada orang
pribadi atau badan hukum dari Negara atas tanah yang berasal dari pelepasan
hak.
·
Diluar
pelepasan hak. Yang dimaksud dengan pemberian hak
baru di luar pelepasan hak adalah pemberian hak baru atas tanah kepada orang
pribadi atau badan hukum dari Negara atau dari pemegang hak milik menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak Atas Tanah
( Pasal 2 ayat (3) UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No.20 Tahun 2000
)
Yang
dimaksud hak atas tanah adalah :
1.
Hak milik, adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
2.
Hak guna
usaha, adalah hak untuk mengusahakan tanah
yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana yang
ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku.
3.
Hak guna
bangunan, adalah hak untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan
jangka waktu yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
4.
Hak pakai,
adalah hak untuk menggunakan dan
atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah
milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan
dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau
dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa
atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu sepanjang tidak bertentangan
dengan jiwa dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5.
Hak milik
atas satuan rumah, adalah hak milik atas satuan yang
bersifat perseorangan dan terpisah. Hak milik atas satuan rumah susun meliputi
juga hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang semuanya
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan.
6.
Hak
pengelolaan, adalah hak menguasai dari Negara
yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya,
antara lain, berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan
tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah
tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.
Tarif Pajak
( Pasal 5 UU No. 21
Tahun 1997 jo. UU No.20 Tahun 2000 )
Tarif
pajak yang dikenakan atas objek BPHTB adalah sebesar 5 % (lima persen).
Dasar Pengenaan
( Pasal 6 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No.20 Tahun 2000 )
Yang
menjadi Dasar Pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), yaitu
dalam hal :
a.
jual beli adalah harga transaksi;
b.
tukar-menukar adalah nilai pasar;
c.
hibah adalah nilai pasar;
d.
hibah wasiat adalah nilai pasar;
e.
waris adalah nilai pasar;
f.
pemasukan dalam perseroan atau badan
hukum lainnya adalah nilai pasar;
g.
pemisahan hak yang mengakibatkan
peralihan adalah nilai pasar;
h.
peralihan hak karena pelaksanaan
putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar;
i.
pemberian hak baru atas tanah
sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar;
j.
pemberian hak baru atas tanah diluar
pelepasan hak adalah nilai pasar;
k.
penggabungan usaha adalah nilai
pasar;
l.
peleburan usaha adalah nilai pasar;
m.
pemekaran usaha adalah nilai pasar;
n.
hadiah adalah nilai pasar;
o.
penunjukan pembeli dalam lelang
adalah harga transaksi yang tercantum dalam Risalah Lelang.
9.
UU No. 20/1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
PNBP
Dalam
Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Penerimaan
Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan Pemerintah pusat yang tidak
berasal dari penerimaan perpajakan;
2.
Sumber
daya alam adalah segala kekayaan alam yang terdapat di atas, di permukaan dan
di dalam bumi yang dikuasai oleh Negara;
3.
Badan
adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau Daerah dengan nama
dan dalam bentuk apa pun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi,
yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap
berupa cabang, perwakilan, atau agen dari perusahaan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia, serta bentuk badan usaha lainnya;
4.
Instansi
Pemerintah adalah Departemen dan Lembaga Non-Departemen;
5.
Wajib
Bayar adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan untuk melakukan kewajiban
membayar menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6.
Penerimaan
Negara Bukan Pajak yang Terutang adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
harus dibayar pada suatu saat, atau dalam suatu periode tertentu menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
7.
Menteri
adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
10. UU No. 17/1985
tentang Bea dan Materai
Objek
Bea Meterai
a.
Surat perjanjian dan surat-surat
lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian
mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata.
b.
Akta-akta notaris termasuk salinannya.
c.
Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya.
d.
Surat yang memuat jumlah uang yaitu:
·
yang menyebutkan penerimaan uang;
·
yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang
dalam rekening bank;
·
yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
·
yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya
atau sebagian telah dilunasi atau diperhitungkan.
e.
Surat berharga seperti wesel, promes,
aksep dan cek.
f.
Dokumen yang dikenakan Bea Meterai juga
terhadap dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan
yaitu surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan, dan surat-surat yang
semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk
tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dan maksud semula.
Tarif Bea Meterai:
1.
Tarif
Bea Meterai Rp 6.000,00 untuk dokumen sebagai berikut:
a. Surat Perjanjian dan surat-surat
lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian
mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat pendata
b. Akta-akta Notaris termasuk
salinannya
c. Surat berharga seperti wesel,
promes, dan aksep selama nominalnya lebih dan Rp1.000.000,00.;
d. Dokumen yang akan digunakan sebagai
alat pembuktian di muka Pengadilan, yaitu:
§
surat-surat biasa dan surat-surat
kerumahtanggaan.
§
surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea
Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan
oleh orang lain selain dan tujuan semula.
2.
Untuk
dokumen yang menyatakan nominal uang dengan batasan sebagai berikut:
§ nominal sampai Rp250.000,- tidak
dikenakan Bea Meterai
§ nominal antara Rp250.000,- sampai
Rp1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp3.000,-
§
nominal
diatas Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 6.000,-
3.
Cek
dan Bilyet Giro dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,- tanpa batas pengenaan besarnya
harga nominal.
4.
Efek
dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal sampai dengan
Rp1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 3.000,- sedangkan yang mempunyai harga
nominal lebih dari Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 6.000,-.
5.
Sekumpulan
Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat kolektif
yang mempunyai jumlah harga nominal sampai dengan Rp 1.000.000,- dikenakan Bea
Meterai Rp 3.000,-, sedangkan yang mempunyai harga nominal lebih dan Rp
1.000.000,- dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 6.000,-.
0 komentar:
Posting Komentar