Manajemen Strategi
oleh:
Muhammad Iqbal M
1365141012
Administrasi Negara
Ilmu Sosial
Universitas Negeri Makassar
2014/2015
Muhammad Iqbal M
1365141012
Administrasi Negara
Ilmu Sosial
Universitas Negeri Makassar
2014/2015
A. Pengertian Manajemen Strategi
Kata
“manajemen” berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti
seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan
dan diterima secara universal. Kata manajemen mungkin berasal dari bahasa
Italia (1561) maneggiare yang berarti “mengendalikan,” terutama
“mengendalikan kuda” yang berasal dari bahasa latin manus yang berati
“tangan”. Kata ini mendapat pengaruh dari bahasa Perancis manège yang
berarti “kepemilikan kuda” (yang berasal dari Bahasa Inggris yang berarti seni
mengendalikan kuda), dimana istilah Inggris ini juga berasal dari bahasa Italia.
Bahasa Prancis lalu mengadopsi kata ini dari bahasa Inggris menjadi ménagement,
yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur.
Sedangkan kata
“strategi” berasal dari turunan kata bahasa Yunani, “stratēgos”. yang dapat
diterjemahkan sebagai ‘komandan militer’ pada zaman demokrasi Athena. Kutipan dari buku Pengantar Manajemen Strategik
Kontemporer, Strategik di Tengah Operasional / J. Hutabarat dan M.
Huseini, mengatakan bahwa:
“Dalam bidang
manajemen, definisi mengenai strategi cukup beragam dan bervariasi dari
beberapa ahli dan pengarangnya. Gerry Johnson dan Kevan Scholes (dalam buku
“Exploring Corporate Strategy”) misalnya mendefinisikan strategi sebagai arah
dan cakupan jangka panjang organisasi untuk mendapatkan keunggulan melalui
konfigurasi sumber daya alam dan lingkungan yang berubah untuk mencapai
kebutuhan pasar dan memenuhi harapan pihak yang berkepentingan (stakeholder).”
Jadi, manajemen strategi dapat
didefinisikan sebagai Sekumpulan keputusan & tindakan manajerial yang
menentukan kinerja jangka panjang perusahaan (meliputi analisa lingkungan,
formulasi strategi, implementasi, evaluasi dan pengendalian.
Menurut Para Ahli:
1.
Menurut Fred R. David, Manajemen strategi adalah seni dan ilmu untuk
memformulasi, menginplementasi, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang
memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuan.
2.
Menurut Michael A. Hitt & R. Duane Ireland & Robert E. Hoslisson (1997,XV),
Manajemen
strategi adalah proses untuk membantu organisasi dalam mengidentifikasi apa
yang ingin mereka capai, dan bagaimana seharusnya mereka mencapai hasil yang
bernilai. Besarnya peranan manajemen strategi semakin banyak diakui pada
masa-masa ini dibanding masa-masa sebelumnya. Dalam perekonomian global yang
memungkinkan pergerakan barang dan jasa secara bebas diantara berbagai negara,
perusahaanperusahaan terus ditantang untuk semakin kompetitif. Banyak dari
perusahaan yang telah meningkatkan tingkat kompetisinya ini menawarkan produk
kepada konsumen dengan nilai yang lebih tinggi, dan hal ini sering menghasilkan
laba diatas rata-rata.
3. Menurut H. Igor Ansoff, Manajemen strategi adalah analisis yang logis tentang
bagaimana perusahaan dapat beradaptasi terhadap lingkungan baik yang berupa
ancaman maupun kesempatan dalam berbagai aktivitasnya.
Dari defenisi di atas diketahui bahwa
unsur-unsur yg ada dalam manajemen tersebut apabila dijabarkan dalam penjelasan
adalah sebagai berikut:
1.
Perencanaan (Planning), Dalam manajemen, perencanaan
adalah proses mendefinisikan tujuan organisasi, membuat strategi untuk mencapai
tujuan itu, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi. Perencanaan
merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan
fungsi-fungsi lain—pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan—tak akan
dapat berjalan.
2.
Pengorganisasian (Organizing),
Proses yang menyangkut bagaimana strategi dan taktik
yang telah dirumuskan dalam perencanaan didesain dalam sebuah struktur
organisasi yang tepat dan tangguh, sistem dan lingkungan organisasi yang
kondusif, dan dapat memastikan bahwa semua pihak dalam organisasi dapat bekerja
secara efektif dan efisien guna pencapaian tujuan organisasi.
3. Pelaksanaan (Action), Proses
implementasi program agar dapat dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi
serta proses memotivasi agar semua pihak tersebut dapat menjalankan
tanggungjawabnya dengan penuh kesadaran dan produktifitas yang tinggi.
4. Penganggaran (Budgeting), penganggaran
merupakan rencana yang terorganisasi dan menyeluruh, dinyartakan dalam unit
moneter untuk operasi dan sumber daya suatu perusahaan selama periode tertentu
di masa yang akan datang. Berikut poin penting dalam penganggaran:
· Keseluruhan Rencana, merupakan penentuan kegiatan yang dilakukan pada waktu
yang akan datang.
· Kegiatan Perusahaan, meliputi seluruh kegiatan yang akan dilakukan oleh semua
bagian-bagian dalam perusahaan.
· Dinyatakan dalam angka, adalah unit yang dapat digunakan pada semua kegiatan
perusahaan yang bermacam-macam.
· Periode tertentu, adalah keseluruhan mengenai apa-apa saja yang akan terjadi
pada masa yang akan datang.
5.
Pengendalian (Controlling), Proses yang dilakukan untuk
memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan, diorganisasikan
dan diimplementasikan dapat berjalan sesuai dengan target yang diharapkan
sekalipun berbagai perubahan terjadi dalam lingkungan dunia bisnis yang
dihadapi.
B.
Konsep
Manajemen Strategi Sektor Publik
Henry
Mintzberg yang dikutip Wilopo dalam seri Jurnal Administrasi Negara UNIBRAW
Malang yang berjudul Improvisasi Manajemen Strategis dalam Sektor Publik
mengatakan,
”Strategy formation must
above all emphasize learning, notably in circumstances of considerable
uncertainty and unpredictabilkity, or ones of complexity in which much power
over strategy making has to be granted to a variety of actors deep inside the
organization. We also reject the model where in tends to be appied with
superficial understanding of the issues in questions”. (Wilopo, 2002:11)
Pendapat Mintzberg ini didalam
melhat strategi itu pada dasarnya tidak ada perbedaan antara strategi pada
sektor publik dengan strategi pada sektor swasta, tetapi lebih menekankan pada
pendekatan yang maksimalisasi birokrasi yang profesional dalam format
organisasi. Sedangkan perbedaan terbesar strategi antara sektor publik dan
swsata akan nampak pada aspek konten ketimbang format.
Menurut Anthony dan Young dalam Salusu (2003) penekanan organisasi sektor
publik dapat diklasifikasikan ke dalam 7 hal yaitu:
1.
Tidak bermotif mencari
keuntungan.
2.
Adanya pertimbangan
khusus dalam pembebanan pajak.
3.
Ada kecenderungan
berorientasi semata – mata pada pelayanan.
4.
Banyak menghadapi
kendala yang besar pada tujuan dan strategi.
5.
Kurang banyak
menggantungkan diri pada kliennya untuk mendapatkan bantuan keuangan.
6.
Dominasi profesional.
7.
Pengaruh politik
biasanya memainkan peranan yang sangat penting.” (Salusu, 2003:22)
Manajemen stratejik
tidak hanya digunakan pada sektor swasta tetapi juga sudah diterapkan pada
sektor publik (Icuk, 2007:7). Artinya Penerapan manajemen stratejik pada kedua
jenis institusi tersebut tidaklah jauh berbeda. Menurut Icuk Rangga Bawono
bahwa manajemen strategi sektor publik yaitu,
“Manajemen stratejik
sektor publik mengarahkan organisasi sektor publik untuk melakukan perencanaan
manajemen dengan mempertimbangkan dengan baik faktor – faktor pendukung dan
penghambat dalam organisasi melalui salah satu alat manajemen stratejik yaitu
analisis SWOT. Analisis SWOT berusaha untuk menganalisis faktor pendukung dan
penghambat yang ada dalam organisasi kemudian berusaha menterjemahkannya ke
dalam suatu strategi utama untuk mencapai visi, misi dan tujuan organisasi.” (Icuk, 2007:11)
Kemudian, apabila dijadikan satu
kesatuan manajemen strategi merupakan pendekatan sistematis untuk
memformulasikan, mewujudkan dan monitoring strategi (Toft dalam Rabin et.al,
2000:1). Sedangkan Siagian (2004) mendefinisikan
manajemen stratejik sebagai berikut, “Serangkaian keputusan dan tindakan
mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh
jajaran suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi tersebut”.
(Siagian, 2004:15)
Untuk membuktikan
perlunya manajemen sektor publik dalam organisasi sektor publik banyak
penelitian yang mengupas pentingnya manajemen stratejik pada sektor publik
seperti yang dikutip oleh Icuk Rangga Bawono yaitu,
“Penelitian Roberts dan Menker yang mengupas mengenai manajemen
stratejik pada pemerintah pusat di Amerika Serikat hasilnya mereka megusulkan
adanya pendekatan baru dalam manajemen sektor publik yaitu pendekatan generatif
selain pendekatan yang sudah ada yaitu pendekatan direktif dan pendekatan
adaptif. Pendekatan direktif merupakan pendekatan yang bersifat dari atas ke
bawah (top – down) dan lebih sedikit melibatkan anggota dalam organisasi
sektor publik. Pendekatan adaptif lebih menekankan pada kebersamaan dalam organisasi
dalam menetapkan tujuan pelaksanaan dan evaluasi. Sedangkan pendekatan
generatif menekankan pada pentingnya seorang pemimpin (leader) dalam
melakukan fungsi penetapan tujuan, pelaksanaan dan evaluasi dengan tidak
mengesampingkan anggota lain dalam organisasi sektor publik.” (Icuk, 2007:13)
Manajemen stratejik juga
sudah diterapkan di Indonesia salah satunya adalah dalam bidang pendidikan.
Seperti yang dicontohkan Nawawi (2003) dalam tulisannya Departemen Pendidikan
Nasional sebagai organisasi pengelola melakukan proses manajemen stratejik
yaitu dengan mengendalikan strategi dan pelaksanaan pendidikan nasional yang
diwujudkan dalam Sistem Pendidikan Nasional baik secara formal (pendidikan
jalur sekolah) maupun pendidikan non formal (pendidikan jalur luar sekolah).
(Nawawi dalam Icuk, 2007:9)
C.
Proses
Pengendalian Manajemen Sektor Publik
Proses pengendalian manajemen pada
organisasi sektor publik dapat dilakukan dengan menggunakan saluran komunikasi
formal maupun informal. Saluran komunikasi formal terdiri dari aktivitas formal
dalam organisasi yang meliputi:
·
perumusan strategi (strategy
formulation),
·
perencanaan strategik (strategic
planning),
·
penganggaran,
·
operasional (pelaksanaan anggaran),
·
evaluasi kinerja.
Saluran komunikasi informal dapat
dilakukan melalui komunikasi langsung, pertemuan informal, diskusi, atau
melalui metoda management by walking around. Sistem pengendalian
manajemen hendaknya dapat menjadi jembatan dalam mewujudkan adanya goal
congruence, yaitu keselarasan antara tujuan organisasi dengan tujuan
personal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi goal
congruence tersebut dapat dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu faktor
pengendalian formal dan faktor informal. Faktor pengendalian formal misalnya adalah
sistem pengendalian manajemen, sistem aturan (rules of the game), dan reward
& punishment system. Sementara itu, faktor informal terdiri atas faktor
eksternal dan internal. Faktor pengendalian informal yang bersifat eksternal,
misalnya etos kerja dan loyalitas karyawan, sedangkan yang bersifat internal
misalnya: kultur organisasi (organitation culture), gaya manajemen (management
style), dan gaya komunikasi(communication style).
1.
Perumusan
strategi (Strategy Formulation)
Perumusan strategi adalah proses
penentuan visi, misi, tujuan, sasaran, target (outcome), arah dan
kebijakan, serta strategi organisasi. Perumusan strategi merupakan tugas dan
tanggung jawab manajemen puncak (top management). Perumusan strategi
dapat bersifat tidak sistematis dan tidak harus kaku.
Perumusan strategi yang dihasilkan
dari proses perumusan srategi merupakan strategi global (makro) atau dalam
perusahaan disebut corporate level strategy. Strategi makro tersebut
kemudian dijabarkan (break down) menjadi strategi lebih mikro dalam
bentuk program-program, kegiatan, atau proyek.
Strategi
organisasi ditetapkan untuk memberikan kemudahan dalam mencapai tujuan
organisasi. Salah satu metode penentuan strategi adalah dengan menggunakan
analisis SWOT (strength, weakness, opportunity, threat).
Analisis SWOT dikembangkan dengan menganalisis faktor internal oragnisasi yang
menjadi kekuatan dan kelemahan organisasi (care
competence) dan memperhitungkan faktor eksternal berupa ancaman dan
peluang. Berdasarkan analisis SWOT tersebut, organisasi dapat menentukan
strategi terbaik untuk mencapai tujuan organisasi.
Olsen dan Eadie (1982) menyatakan
bahwa proses perumusan strategi terdiri atas lima komponen dasar, yaitu:
·
Pernyataan misi dan tujuan umum
organisasi yang dirumuskan oleh manajemen eksekuitf organisasi dan memberikan
rerangka pengembangan strategi serta target yang akan dicapai.
·
Analisis atau scanning
lingkungan, terdiri dari pengidentifikasian dan pengukuran (assessment)
faktor-faktor eksternal yang sedang dan akan terjadi dan kondisi yang harus
dipertimbangkan pada saat merumuskan strategi organisasi.
· Profil internal dan audit sumber daya, yang mengidentifikasi
dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan organisasi dalam hal berbagai faktor
yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan strategik.
· Perumusan, evaluasi, dan pemilihan strategi.
·
Implementasi dan pengendalian
rencana strategik.
Sementara itu Bryson (1995) membuat
model delapan langkah untuk memfasilitasi proses perumusan strategi, yaitu:
§
Memulai dan menyetujui proses
perencanaan strategik.
§
Identifikasi apa yang menjadi mandat
organisasi.
§
Klarifikasi misi dan nilai-nilai
organisasi.
§
Menilai lingkungan eksternal
(peluang dan ancaman)
§
Menilai lingkungan internal
(kekuatan dan kelemahan)
2.
Perencanaan
Strategik (Strategic Planning)
Sistem
pengendalian manajemen diawali dari perencanaan strategik (strategic plannig).
Perencanaan strategik adalah proses penentuan program-program, aktivitas, atau
proyek yang akan dilaksanakan oleh suatu organisasi dan penentuan jumlah
alokasi sumber daya yang akan dibutuhkan.
Perbedaannya
dengan perumusan strategi adalah perumusan strategi merupakan proses untuk
menentukan strategi, sedangkan perencanaan strategik adalahproses menentukan
bagaimana mengimplementasikan strategi tersebut. Hasil perencanaan strategik
berupa rencana-rencana strategik. Perencanaan strategik merupakan proses
menurunkan strategi dalam bentuk program-program.
Manfaat perencanaan strategik bagi
organisasi
Perencanaan
strategik sangat penting bagi organisasi. Manfaat perencanaan strategik bagi
organisasi, antara lain:
1.
Sebagai sarana untuk memfasilitasi
terciptanya anggaran yang efektf,
2.
Sebagai sarana untuk memfokuskan
manajer pada pelaksanaan strategi yang telah ditetapkan,
3.
Sebagai sarana untuk memfasilitasi
dilakukannya alokasi sumber daya yang optimal (efektf dan efisien),
4.
Sebagai rerangka untuk pelaksanaan
tindakan jangka pendek (short term action),
5.
Sebagai sarana bagi manajemen untuk
dapat memahami strategi organisasi secara lebih jelas, dan
6.
Sebagai alat untuk memperkecil rentang
alternatif strategi.
Tujuan
utama perencanaan strategik adalah untuk meningkatkan komunikasi antara manajer
puncak dengan manajer level bawahnya. Adanya komunikasi ini akan memungkinkan
terjadi persetujuan antara manajer puncak dengan manajer level bawah mengenai
strategi terbaik untuk mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan. Hal ini akan
mendorong terwujudnya goal congruence.
Mengubah Perencanaan Strategik
Menjadi Tindakan Nyata
Perencanaan
strategik bukan merupakan hasil akhir yang final. Perencanaan strategik perlu
ditranslasikan dalam bentuk tindakan-tindakan konkrit. Maka dari itu,
perencanaan strategik harus didukung oleh hal-hal berikut:
§ Struktur pendukun, baik secara majerial maupun political
will;
§ Proses dan praktik implementasi di lapangan; dan
§ Kultur organisasi.
Struktur
organisasi hendaknya dapat mendukung pelaksanaan strategi. Oleh karena itu,
perlu dilakukan restrukturisasi dan reoragnisasi (institutional reform)
agar selaras dengan strategi dan desain sistem pengendalian manajemen.
Restrukturisasi tersebut didasarkan pada prinsip:
1.
Perubahan struktur organisasi
hendaknya dapat meningkatkan kapasitas untuk mencapai strategi yang efektif.
2.
Pimpinan eksekutif bertanggung jawab
untuk melaksanakan strategi dan arahan kebijakan hingga level bawah.
3.
Dewan bertanggung jawab
secara kolektif untuk merencanakan strategi,
kebijakan dan otorisasi alokasi sumber daya, dan menilai kinerja
manajemen (eksekutif).
Perencanaan
strategik tidak akan efektif jika prosedur dan sistem pengendalian tidak sesuai
dengan strategi. Harus ada kejelasan wewenang dan tanggung jawab, pendelegasian
wewenang dan tugas. Selain itu harus didukung dengan adanya regulasi keuangan,
pengendalian personel, dan manajemen kompensasi yang jelas dan fair.
3.
Penganggaran
Tahap
penganggaran dalam proses pengendalian manajemen sektor publik merupakan tahap
yang dominan. Proses penganggaran pada organisasi sektor publik memiliki
karakteristik yang agak berbeda dengan penganggaran pada sektor swasta.
Perbedaan tersebut terutama adalah adanya pengaruh politk dalam proses
penganggaran.
4.
Peniliaian
Kinerja
Penilaian
kinerja adalah tahap akhir dari proses pengendalian manajemen, yang merupakan
bagian dari proses pengendalian manajemen yang dapat digunakan sebagai alat
pengendalian. Pengendalian manajemen melalui sistem penilaian kinerja dilakukan
dengan cara menciptakan mekanisme reward & punishment. Sistem
pemberian penghargaan (rewards) dan hukuman (punishment)
digunakan sebagai pendorong bagi pencapaian strategi.
D.
Implementasi Strategi Pada Manajemen Sektor Publik
Menurut Hunger (1996), untuk memulai
proses implementasi, pihak manajemen harus memperhatikan 3 (tiga) pertanyaan
berikut.
a.
Siapa yang akan melaksanakan rencana strategis yang telah
diformulasikan, Dibandingkan dengan pihak yang
merumuskan strategi, biasanya pihak yang melakukan implementasi
strategi jumlahnya lebih banyak. Pada perusahaan multi industri yang
besar, pelaksana strategi adalah setiap orang dalam organisasi tersebut. Para
direktur fungsional (pemasaran, SDM, operasi, dan keuangan), para
direktur divisi atau SBU (strategic business unit) akan bekerja
sama dengan para karyawannya untuk mengimplementasi seluruh
rumusan yang telah dibuat dalam skala besar. Sedangkan para manajer
pabrik, manajer proyek dan kepala-kepala unit akan mengimplementasi rumusan
strategi tersebut secara rinci dan dalam skala yang lebih kecil. Oleh karena
itu setiap manajer operasi harus mampu mengawasi implementasi rencana
strategis sampai pada tingkat lini pertama Untuk mendukung hal itu maka
karyawan harus dilibatkan dalam berbagai proses implementasi, baik pada
level korporat, unit bisnis maupun fungsional.
Tidak
sedikit orang yang mempunyai peran penting dalam implementasi strategi justru
kurang banyak dilibatkan dalam pengembangan strategi. Akibatnya, hal ini
berpotensi memunculkan resistensi bagi mereka. Resistensi ini akan semakin
tampak jika perubahan misi, tujuan, strategi dan berbagai kebijakan
penting perusahaan tidak dikomunikasikan secara jelas dan
transparan kepada seluruh manajer operasional. Jika ini terjadi, bisa terjadi
para manajer operasional tersebut akan berusaha mempengaruhi
manajemen puncak untuk meninggalkan perubahan baru yang
direncanakan, dan kembali ke cara lama. Oleh karena itu, untuk menghindari
kemungkinan kejadian buruk tersebut, maka perusahaan harus melibatkan manajer
tingkat menengah dalam seluruh proses, baik dalam perumusan strategi maupun
implementasinya.
b. Apa yang
harus dilakukan:
§
Mencapai Sinergi
Salah satu tujuan yang harus dicapai
dalam implementasi strategi adalah memperoleh sinergi di antara berbagai
fungsi dan unit bisnis yang ada. Divisi perusahaan dikatakan
memperoleh sinergi apabila ROI dari setiap divisi perusahaan tersebut
lebih besar daripada ROI ketika divisi-divisi tersebut terpisah
sebagai unit bisnis yang mandiri. Proses akuisisi ataupun
penambahan lini produk sering dijadikan alasan untuk
mendapatkan keunggulan dalam fungsional tertentu dalam suatu perusahaan.
Sebagai contoh, ketika Ralston
Purina mengakuisisi lini produk Union Carbide (Eveready dan Energizer),
para pimpinan Ralston berargumen bahwa dengan melakukan akuisisi,
perusahaan tersebut akan memperoleh margin keuntungan yang lebih
besar dalam lini produk baterai daripada yang dapat dilakukan oleh Union
Carbide. Perusahaan Ralston Purina menganggap bahwa proses akuisi
mampu membuat harga baterai lebih murah karena adanya keunggulan dalam
periklanan, promosi dan distribusi.
Igor Ansoff (1993) menyatakan bahwa
ada empat jenis sinergi yang seringkali mempengaruhi keberhasilan implementasi
strategi, yaitu:
1. Sinergi
Pemasaran: Sinergi ini dapat tercipta melalui kerjasama antara
distribusi, wiraniaga, dan atau gudang penyimpanan. Misalnya,
sebuah lini produk yang lengkap dari produk-produk yang terkait satu
sama lain dapat menciptakan sinergi yang meningkatkan produktivitas wiraniaga.
Sinergi melalui program promosi bersama dapat melipatgandakan keuntungan
dengan biaya yang relatif lebih kecil.
2. Sinergi
Operasional: Sinergi ini dapat diperoleh melalui penggunaan tenaga
kerja dan fasilitas bersama atau melalui pembelian kebutuhan operasional
bersama dalam jumlah besar. Dalam hal ini berarti ada pembagian biaya overhead
bersama .
3. Sinergi
Investasi: Sinergi investasi dapat tercipta melalui penggunaan fasilitas
produksi dalam pabrik secara bersama, pembelian persediaan bahan baku secara
bersama, penggunaan peralatan dan mesin-mesin pengolah secara bersama, dan
sebagainya.
4. Sinergi
Manajemen: Manajemen yang berkompeten merupakan sesuatu yang langka,
sehingga penambahan unit bisnis baru atau produk baru dapat mempertinggi
keseluruhan kinerja. Sebagai contoh, pada saat sebuah perusahaan mengakuisisi
perusahaan lainnya, pihak perusahaan pengakuisisi mengetahui benar SDM yang
akan menduduki posisi kunci, rasio untuk menguji kinerja.
§
Penataan
Staf (Staffing)
Implementasi strategi seringkali
membutuhkan berbagai prioritas baru dalam pengelolaan sumberdaya manusia.
Beberapa perubahan tertentu mungkin berimplikasi pada dibutuhkannya orang-orang
baru dengan kompetensi baru, memperhentikan orang-orang yang kompetensinya
tidak sesuai atau tidak memenuhi standar, melatih kembali karyawan yang ada dan
sebagainya.
Dalam
pembahasan struktur organisasi kita mengenal ‘jargon’ structure follow strategy, maka dalam penataan staf
ini juga demikian, dalam arti penataan staf mengikuti strategi. Artinya, dalam
merekrut manajer pun perusahaan harus menyesuaikan dengan strategi. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa figur manager ataupun CEO yang tepat
untuk sebuah perusahaan adalah bergantung pada arah strategis yang
diinginkan oleh perusahaan atau unit bisnis tersebut. Sebagai contoh,
perusahaan yang mengambil strategi konsentrasi dengan penekanan pada integrasi
vertikal ataupun horisontal, mungkin membutuhkan eksekutif puncak yang agresif
dengan pengalaman luas pada industri tertentu. Sedangkan untuk strategi
diversifikasi adalah sebaliknya, di mana untuk strategi ini dibutuhkan CEO
dengan kemampuan analitis yang tajam, mempunyai pengetahuan yang luas tentang
berbagai industri lainnya dan mampu mengelola berbagai lini produk yang
berbeda.
§ Pengarahan (Directing)
Implementasi juga terkait dengan
pengarahan staf untuk menggunakan kompetensinya pada tingkat yang paling
optimal untuk mencapai sasaran perusahaan. Tanpa adanya pengarahan, staf
cenderung melakukan pekerjaan sesuai cara pandang mereka. Mereka mungkin
melakukan pekerjaan berdasarkan pengalaman masa lalu atau menekankan pekerjaan
pada hal-hal yang paling mereka senangi
tanpa memperhatikan apakah yang mereka kerjakan sudah sesuai
dengan arah strategis yang baru. Pengarahan dapat berbentuk kepemimpinan dari
pihak manajemen, mengkomunikasikan norma perilaku dari budaya perusahaan, atau
membangun kesepakatan diantara para pegawai sendiri dalam kelompok kelompok kerja
yang otonom.
Untuk mengarahkan strategi bari
dengan efektif, manajemen puncak harus mendelegasikan wewenang dan
tanggungjawabnya dengan tepat kepada para manajer operasionalnya. Meraka harus
mampu mendorong pegawai untuk berperilaku sesuai dengan cara-cara yang
diinginkan oleh perusahaan dan mengkoordinasikan tindakan untuk menghasilkan
kinerja yang optimal.
c. Bagaimana
sumberdaya manusia yang bertanggungjawab dalam implementasi akan melaksanakan
berbagai aspek yang diperlukan,
Pada
pembahasan sebelumnya kita telah membahas pentingnya pengembangan program,
penyusunan anggaran dan pembuatan prosedur di mana semuanya itu dimaksudkan
untuk mewujudkan apa yang telah dirumuskan. Di luar itu semua, ada hal
lain yang lebih krusial yang harus dilakukan oleh pihak manajemen, diantaranya
adalah bagaimana cara penataan staf, bagaimana mengarahan dan mengendalikan
mereka. Dalam hal ini, pembahasan akan difokuskan pada masalah penataan dan
pengarahan staf.
Certo dan Peter memperkenalkan
suatu model mengenai langkah-langkah utama yang seharusnya ditempuh
perusahaan dalam mengimlementasikan strategi. Model tersebut dapat dilihat pada
gambar berikut.
Untuk melakukan implementasi srategi dengan baik, Cetro dan
Peter memberikan suatu model tentang tugas-tugas utama yang
seharusnya dilakukan dalam proses implementasi strategi seperti tampak pada
gambar berikut.
Sumber : Samuel C.
Certo & J.Paul Peter, Strategic Management: A Focus On Process,
McGraw-Hill, 1990, p.120.
Berdasarkan gambar di atas, maka
langkah-langkah utama yang sebaiknya dilakukan perusahaan dalam
mengimplementasikan strategi adalah:
1.
Menganalisis Perubahan
Ketika
membicarakan perubahan, ada jargon yang selalu didengungkan, yaitu: Di dunia ini tidak ada sesuatu yang pasti kecuali perubahan
itu sendiri. Ada banyak aspek yang memicu
perubahan, baik yang berasal dari internal maupun eksternal perusahaan. Dalam
hal ini, perusahaan harus menganalisis perubahan yang akan terjadi
seandainya formulasi strategi yang telah disepakati bersama
diimplementasikan. Melalui analisis ini perusahaan
memperhitungkan secara rinci seberapa besar perusahaan akan berubah,
apakah secara sangat sederhana dimana tidak ada perubahan strategi yang
signifikan, sampai kepada perubahan yang kompleks, misalnya merubah misi
perusahaan.
Perubahan
strategi dapat diklasifikasikan dalam 5 level perubahan, di mana semakin besar perubahan
maka akan semakin kompleks usaha untuk mengimplementasi. Adapun 5 level
perubahan tersebut adalah sebagai berikut.
a.
Continuation: Pola ini terjadi karena perusahaan mengulang strategi yang
sama dengan strategi yang digunakan pada periode sebelumnya. Karena strategi
ini pernah dilakukan sebelumnya, maka tidak banyak membutuhkan kemampuan atau
aktivitas yang baru. Bahkan, melalui pengalaman sebelumnya akan mampu
membuat perusahaan beroperasi lebih efisien.
b.
Routine
Change: Perubahan ini dilakukan perusahaan
untuk meningkatkan daya tarik pasarnya (market appeal) agar konsumen lebih
terpikat. Dalam strategi ini, biasanya perusahaan melakukan perubahan appeal
(daya tarik) dari iklannya, kemasan, harga, metode distribusi, dan sebagainya.
Jadi, dalam hal ini, perubahan yang dilakukan bukanlah perubahan yang
signifikan, sebab perusahaan masih menekuni industri yang sama dan format
organisasinyapun tidak berubah.
c.
Limited
Change: Perubahan ini dilakukan karena
perusahaan menawarkan produk baru pada pasar yang baru. Dalam hal ini, kendati
perusahaan masih beroperasi dalam industri yang sama, namun akibat
perubahan produk baru tersebut maka format organisasipun ikut mengalami
perubahan.
d.
Radical
Chang : Dalam hal ini perusahaan melakukan
suatu strategi cukup mendasar sehingga perusahaan memandang perlu
dilakukannya reorganisasi secara besar-besaran. Jenis perubahan ini biasanya
dilakukan ketika perusahaan melakukan merger atau akuisisi namun masih dalam
industri yang sama. Proses akuisisi dan merger dapat menjadi lebih
kompleks jika perusahaan bermaksud mengintergrasikan kedua perusahaan
secara utuh.
e.
Organizational
Redirection : Dalam hal ini perusahaan melakukan
perubahan orientasi sedemikian rupa sehingga merubah industri yang dimasuki,
merubah misi, keahlian dan sebagainya. Organizational Redirection juga
dapat terjadi ketika suatu perusahaan melakukan merger atau akuisisi terhadap
perusahaan yang berasal dari industri yang sama sekali beda. Jenis perubahan
ini merupakan perubahan yang paling kompleks.
Esensi
perbedaan diantara lima level perubahan di atas dapat disajikan dalam tabel
berikut.
Level
Perubahan Strategi
PERUBAHAN
|
INDUSTRI
|
ORGANISASI
|
PRODUK
|
PASAR
|
1. Continuation
|
sama
|
sama
|
sama
|
sama
|
2. Routine Change
|
sama
|
sama
|
sama
|
baru
|
3. Limited Change
|
sama
|
sama
|
baru
|
baru
|
4. Radical Change
|
sama
|
baru
|
baru
|
baru
|
5. Organizational
Redirection
|
baru
|
baru
|
baru
|
baru
|
2. Menganalisa
Struktur Organisasi
a. Struktur Organisasi Sederhana
Struktur
organisasi sederhana ini hanya memiliki dua tingkatan, yaitu
pemilik dan pekerja. Perusahaan kecil dengan satu produk atau beberapa produk
lain yang saling berhubungan, biasanya menggunakan struktur organisasi
ini. Perusahaan-perusahaan yang menggunakan struktur organisasi
sederhana ini biasanya dikelola oleh pemiliknya sendiri yang
sekaligus menangani pekerjaan lain yang berhubungan dengan sebuah produk.
Artinya, dalam struktur sederhana ini, pemilik perusahaan cenderung mengambil
semua keputusan penting secara sendiri, dan terlibat langsung dalam setiap
tahap kegiatan perusahaan. Untuk lebih mengetahui format struktur
organisasi yang sederhana ini, perhatikan gambar berikut.
Struktur Organisasi Sederhana
Sumber : Samuel
C. Certo & J.Paul Peter, Strategic Management, McGraw-Hill, 1990, p.125.
Struktur organisasi
sederhana memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan.
Adapun kelebihan struktur organisasi
sederhana adalah :
o
Pengambilan keputusan dapat
dilakukan dengan cepat
o
Sistemnya (imbalan, pengawasan
dll) tidak rumit
o
Tidak mahal
Sedangkan kelemahan dari struktur
sederhana adalah:
o Cenderung berfokus pada pemilik perusahaan
o Kesempatan untuk peningkatan karir relatif kecil
o Dibutuhkan
kemampuan yang lebih untuk pemilik perusahaan
o Tidak sesuai
untuk organisasi yang besar
b.
Struktur
Organisasi Fungsional
Dalam
struktur organisasi fungsional, setiap manajer yang mempunyai
spesialisasi fungsional menggantikan tempat dan peranan si pemilik
perusahaan. Transisi menuju spesialisasi ini membutuhkan sebuah
perubahan substansial dalam gaya manajemen pimpinan perusahaan. Sebagai
organisasi yang menumbuhkan dan mengembangkan sejumlah produk dan pasar
yang berkaitan, struktur organisasi ini secara teratur berubah untuk
merefleksikan spesialisasi yang lebih besar. Untuk mengetahui format
struktur organisasi fungsional, lihat gambar berikut.
Struktur
Organisasi Fungsional
Sumber : Samuel C. Certo &
J.Paul Peter, Strategic Management, McGraw-Hill, 1990, p.125.
Struktur organisasi fungsional ini
mempunyai beberapa kelebihan, antara lain:
o Efisiensi melalui spesialisasi
o
Komunikasi dan jaringan keputusannya
relatif sederhana
o
Mempertahankan tingkat pengendalian strategi pada
level manajemen puncak
o
Dapat mendelegasi keputusan operasional sehari-hari
o
Mempermudah pengukuran output dan hasil dari setiap
fungsi
Sedangkan kekurangan dari struktur organisasi fungsional adalah:
o Menyebabkan
spesialisasi yang sempit
o
Dapat mendorong timbulnya persaingan dan konflik
antar fungsi
o
Mengakibatkan sulitnya koordinasi di antara
bidang-bidang fungsional
o
Dapat menyebabkan tingginya biaya koordinasi antar
fungsi
o
Identifikasi karyawan dengan kelompok spesialis dapat
membuat perubahan menjadi sulit
o Membatasi
pengembangan keterampilan manajer yang lebih luas
c.
Struktur
Organisasi Divisional
Ketika
perusahaan berkembang, perusahaan mulai memfokuskan perhatiannya pada
pengelolaan berbagai lini produk di berbagai industri dan mendesentralisasikan
wewenangnya dalam pengambilan keputusan. Ketika perusahaan mulai melakukan
akuisisi dan mengembangkan berbagai produk baru dalam industri dan pasar yang
berbeda, biasanya mengubah strukturnya menjadi struktur organisasi yang
terdiri dari beberapa divisi. Tiap-tiap divisi dapat beroperasi
sendiri-sendiri dibawah pengarahan seorang manajer divisi yang bertanggungjawab
langsung kepada CEO. Dalam struktur organisasi divisional, manajer divisi dapat
mengembangkan strategi untuk masing-masing divisinya dan mungkin saja mereka
menghadapi persaingan yang berbeda dengan divisi lainnya sehingga strategi yang
ditempuh mungkin juga berbeda dengan divisi lainnya. Pada organisasi
divisional, divisi-divisi tersebut dapat menjadi tempat yang baik untuk melatih
para manajer muda. Selain itu juga merupakan tempat yang baik dalam
mengembangkan intuisi kewiraswastaan serta meningkatkan sejumlah pusat inisiatif
dalam suatu perusahaan. Untuk mengetahui format struktur organisasi divisional,
perhatikan gambar berikut
Struktur Organisasi Divisional
Sumber : Samuel
C. Certo & J.Paul Peter, Strategic Management, McGraw-Hill, 1990, p.125.
Sebagaimana struktur organisasi yang
lain, struktur organisasi divisional ini juga mempunyai beberapa
kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan struktur organisasi divisional
antara lain:
- Koordinasi antarfungsi menjadi lebih mudah dan cepat
- Mempunyai fleksibilitas pada struktur perusahaan
- Spesialisasi pada setiap divisi dapat dipertahankan
- Kesempatan karir lebih terbuka
- Menimbulkan kompetisi di dalam organisasi
- Beban rutin CEO berkurang sehingga mempunyai waktu untuk keputusan strategis
Sedangkan kekurangan struktur
organisasi divisional antara lain:
§ Mengkibatkan
turunnya komunikasi antara spesialisasi funsional
§ Sangat
potensial untuk menimbulkan persaingan antar divisi
§ Pendelegasian
yang besar dapat menimbulkan masalah
d.
Struktur Strategic
Business Unit (SBU)
Ketika
struktur organisasi divisional menjadi sulit diterapkan karena CEO mempunyai
terlalu banyak divisi yang harus diurus, maka salah satu solusinya adalah
perusahaan mengubah struktur organisasinya dalam bentuk strategic business
unit (SBU) atau strategic groups. Struktur SBU ini mengelompokkan
sejumlah divisi berdasarkan pada beberapa aspek seperti lini produk atau
pasar. Untuk mengetahui format struktur SBU ini, perhatikan
gambar berikut.
Struktur SBU
Sumber : Samuel C. Certo &
J.Paul Peter, Strategic Management, McGraw-Hill, 1990, p.125.
Adapun
kelebihan struktur SBU antara lain:
o Tanggungjawab
setiap SBU jelas
o Memperbaiki koordinasi
o Sistem pengawasan untuk organisasi yang terdiversifikasi
menjadi lebih mudah
o Masing-masing SBU lebih memahami lingkungan khususnya
Sedangkan kekurangan stuktur SBU
antara lain:
o Struktur lebih
tinggi
o Biaya lebih
tinggi
o Berpotensi menimbulkan persaingan antar SBU dalam
memperebutkan sumberdaya
e.
Struktur Organisasi Matriks
Struktur
organisasi matriks digunakan untuk memudahkan pengembangan pelaksanaan beragam
program atau proyek. Setiap departemen dikepalai oleh vice precident
yang mempunyai tanggungjawab fungsional bagi seluruh proyek. Sedangkan
setiap manajer proyek mempunyai ‘project responsibility’ untuk penyelesaian dan
implementasi strategi. Untuk mengetahui format struktur organisasi matriks,
perhatikan gambar berikut.
Struktur Organisasi Matrix
Sumber : Samuel C. Certo &
J.Paul Peter, Strategic Management, McGraw-Hill, 1990, p.125.
Sebagaimana struktur-struktur
organisasi lainnya, struktur organisasi matriks juga mempunyai berbagai
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan struktur
organisasi matriks antara lain adalah:
o
Sesuai
untuk beban kerja yang fluktuatif
o
Tujuan
proyek menjadi lebih jelas
o
Memungkinkan
untuk merespon pada beberapa sektor lingkungan secara serentak
o
Banyak
jalur untuk melakukan komunikasi
o
Pekerjaan
dapat dipahami secara lebih jelas
Adapun
kelemahan struktur organisasi matriks antara lain:
o Strukturnya
sangat rumit
o Biaya
relatif tinggi
o Memungkinkan
timbulnya dualisme kepemimpinan
o Relatif
sulit karena terdapat kepentingan ganda sehingga memerlukan koordinasi kuat
3.
Menganalisis Budaya Perusahaan
Peranan Budaya Perusahaan dalam
Implelemtasi Strategi
Organisasi perusahaan yang
dirancang untuk mengimplementasikan suatu strategi sesungguhnya jauh lebih
kompleks dibandingkan dengan format struktur organisasi yang digambarkan
dalam sebuah bagan. Diluar bagan tersebut, sesungguhnya ada hal lain yang
sangat perlu mendapat perhatian manajemen dalam proses
implementasi, yaitu budaya perusahaan. Budaya perusahaan mirip dengan
kepribadian seseorang. Budaya perusahaan merupakan norma atau nilai yang dianut
bersama (shared value) yang menjadi dasar bertindak seorang indvidu
dalam organisasi. Budaya perusahaan inilah yang dapat menyebabkan
mengapa suatu strategi dapat diimplementasikan pada suatu
perusahaan, sedangkan pada perusahaan yang lain strategi
tersebut gagal diimplementasikan kendati kedua perusahaan
tersebut menghadapi kondisi yang relatif sama. Makin banyak anggota
yang menerima nilai-nilai inti yang dianut perusahaan dan merasa sangat terikat
kepadanya, maka akan semakin kuat budaya tersebut.
Karena budaya perusahaan mempunyai
pengaruh kuat terhadap perilaku seluruh pegawai, maka budaya perusahaan juga
berpengaruh besar dalam mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam mengubah arah
strateginya. Perubahan dalam misi, sasaran, strategi atau kebijakan suatu
perusahaan, kemungkinan akan gagal jika dalam perusahaan tersebut ada pihak
yang melakukan oposisi secara kuat terhadap budaya yang dianut.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa jika implementasi suatu strategi
akan mengakibatkan suatu perubahan, dan langkah-langkah untuk
melakukan perubahan tersebut dalam praktiknya tidak sesuai dengan budaya
perusahaan tersebut, maka ada kemungkinan akan timbul penolakan
atau hambatan-hambatan. Sedangkan jika langkah-langkah yang
diambil sesuai dengan budaya perusahaan tersebut, maka proses
implementasi strategi akan lebih mudah dilakukan.
Menilai Strategis Kesesuaian
Strategi-Budaya
Mengingat
budaya perusahaan mempunyai pengaruh besar terhadap suksesnya implementasi
strategi, maka pihak manajemen harus melakukan analisis untuk menilai
kesesuaian antara rumusan strategi dengan budaya perusahaan. Untuk itu pihak
manajemen dapat mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan berikut:
a.
Apakah
strategi yang dirumuskan sesuai dengan budaya perusahaan saat ini?
Jika jawabannya adalah ‘ya’, mulailah
dengan segera. Gabungkanlah perubahan-perubahan organisasional dengan budaya
perusahaan dengan mengidentifikasi bagaimana strategi baru tersebut akan
mencapai misi yang telah ditetapkan dengan lebih baik daripada strategi
yang sebelumnya dijalankan.
b.
Jika
strategi baru tidak sesuai dengan budaya perusahaan saat ini,
dapatkah budaya tersebut dimodifikasi dengan mudah sehingga
lebih cocok dengan strategi yang baru?
Jika jawabannya adalah ‘ya’, jalankan strategi baru tersebut
dengan hati-hati dengan memperkenalkan serangkaian kegiatan perubahan budaya,
misalnya modifikasi kecil terhadap struktur, kegiatan pelatihan dan
pengembangan SDM, mempekerjakan manajer-manajer baru yang lebih cocok dengan
strategi baru.
c.
Jika
budaya perusahaan tidak dapat berubah dengan mudah dalam
menyesuaikan dengan strategi baru, apakah pihak perusahaan bersedia
dan mampu membuat perubahan organisasional yang besar dan menerima kemungkinan
penundaan dalam mengimplementasi strategi baru dan menerima kemungkinan
meningkatnya biaya?
Jika
jawabannya adalah ya, pihak manajemen harus mampu mengubah budaya saat ini
dengan menetapkan sebuah unit struktural baru untuk mengimplementasikan
strategi baru.
d.
Jika pihak perusahaan tidak bersedia membuat perubahan
organisasional yang besar yang menuntut dilakukannya perubahan dalam mengelola
budaya perusahaan, apakah seluruh SDM dalam perusahaan tersebut masih mempunyai
komitmen untuk mengimplementasikan strategi tersebut?
Jika
jawabannya adalah ya, carilah partner kerja dalam usaha patungan atau
mengkontrakkan strategi tersebut untuk mengimplementasikannya. Jika jawabannya
adalah tidak, rumuskanlah strategi lainnya.
4. Menganalisis Gaya Kepemimpinan
Implementasi strategi biasanya berkaitan erat
dengan perubahan, oleh karena itu tidaklah mengherankan masalah
kepemimpinan merupakan hal yang sangat penting dan perlu dicermati secara
teliti dalam implementasi strategi. Gaya kepemimpinanlah yang akan
berpengaruh terhadap cara-cara berkomunikasi serta proses pengambilan keputusan
di dalam perusahaan di mana semua itu nantinya akan bermuara pada
terbentuknya budaya perusahaan.
Terdapat berbagai teori tentang gaya kepemimpinan. Namun
secara umum teori-teori tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelompok
besar, yaitu:
a.
Gaya kepemimpinan yang berkesan
administrator. Gaya
kepemimpinan tipe ini terkesan kurang inovatif dan telalu kaku pada aturan.
Sikapnya konservatif serta kelihatan sekali takut dalam mengambil resiko dan
mereka cenderung mencari aman. Model kepemimpinan seperti ini jika
mengacu kepada analisis perubahan yang telah kita bahas sebelumnya, hanya
cocok pada situasi Continuation, Routine change, serta Limited change.
b.
Gaya kepemimpinan
analitis (Analytical). Dalam gaya kepemimpinan tipe ini, biasanya
pembuatan keputusan didasarkan pada proses analisis, terutama analisis
logika pada setiap informasi yang diperolehnya. Gaya ini berorientasi pada
hasil dan menekankan pada rencana-rencana rinci serta berdimensi jangka
panjang. Kepemimpinan model ini sangat mengutamakan logika dengan menggunakan
pendekatan-pendekatan yang masuk akal serta kuantitatif.
c.
Gaya kemimpinan
asertif (Assertive). Gaya kepemimpinan ini sifatnya lebih agresif dan
mempunyai perhatian yang sangat besar pada pengendalian personal dibandingkan
dengan gaya kepemimpinan lainnya. Pemimpin tipe asertif lebih terbuka dalam
konflik dan kritik. Pengambilan keputusan muncul dari proses argumentasi dengan
beberapa sudut pandang sehingga muncul kesimpulan yang memuaskan.
d.
Gaya kepemimpinan
entepreneur. Gaya
kepemimpinan ini sangat menaruh perhatian kepada kekuasaan dan hasil akhir
serta kurang mengutamakan pada kebutuhan akan kerjasama. Gaya
kepemimpinan model ini biasannya selalu mencari pesaing dan menargetkan standar
yang tinggi.
Dalam era
turbulensi lingkungan seperti sekarang ini, setiap pemimpin harus siap dan
dituntut mampu untuk melakukan transformasi terlepas pada gaya
kepemimpinan apa yang mereka anut. Pemimpin harus mampu mengelola
perubahan, termasuk di dalamnya mengubah budaya organiasi yang tidak lagi
kondusif dan produktif. Pemimpin harus mempunyai visi yang tajam, pandai
mengelola keragaman dan mendorong terus proses pembelajaran
karena dinamika perubahan lingkungan serta persaingan yang semakin
ketat.
5. Implementasi
dan Evaluasi Strategi
Tahap implementasi dan evaluasi strategi ini
merupakan tahap akhir dalam implementasi strategi. Dalam tahap ini manajemen
sudah harus mempunyai gagasan yang jelas mengenai tingkat perubahan yang
diinginkan, baik menyangkut struktur organisasi, budaya perusahaan maupun gaya
kepemimpinan. Menurut Thomas V. Bonoma dalam Hari Purnomo dan
Zulkiflimansyah (1999), untuk melakukan tahap implementasi dan evaluasi
strategi dengan baik dan berhasil, manajemen perusahaan perlu terbiasa dan
membiasakan diri dengan empat jenis keahlian dasar, yaitu:
a.
Kemampuan Berinteraksi
(Interacting Skills), Kemampuan ini ditunjukkan dengan
kapabilitas manajemen perusahaan dalam berinteraksi dan berempati dengan
berbagai perilaku dan sikap orang lain untuk mencapai tujuannya
b.
Kemampuan Mengalokasi
(Allocation Skills), Kemampuan ini diperlukan untuk
menunjang kemampuan manajemen dalam menjadwallkan tugas-tugas, anggaran waktu,
serta sumberdaya-sumberdaya lain secara efisien.
c.
Kemampuan Memonitoring
(Monitoring Skills), Kemampuan ini meliputi kapabilitas
perusahaan dalam menggunakan informasi secara efisien untuk memperbaiki atau
menyelesaikan berbagai masalah yang timbul dalam proses implementasi.
d.
Kemampuan Mengorganisasikan
(Organizing Skills), Merupakan kemampuan untuk menciptakan
jaringan atau organisasi informal dalam rangka menyesuaikan diri dengan
berbagai masalah yang mungkin terjadi.
Setelah
melakukan implementasi strategi, agar manajemen dapat mengetahui bahwa strategi
yang telah diimplementasikan sudah sesuai dengan strategi yang telah
diformulasikan, maka strategi tersebut harus dievaluasi. Materi ini
tidak dijelaskan pada pembahasan kali ini, namun akan dijelaskan pada bab
lain.
Berbagai
Problem dalam Implementasi Strategi
Seperti
dikutip Hunger (1995) terhadap hasil survei terhadap 93 perusahaan yang masuk
daftar Fortune 500 menunjukkan bahwa setengah dari perusahaan-perusahaan
tersebut menemui 10 macam problem ketika
mengimplementasikan sebuah strategi perubahan. Berikut adalah kesepuluh problem
tersebut yang disusun berdasarkan tingkat frekuensi kejadian.
1.
Implementasi berjalan lebih lambat
dibanding dengan perencanaan awalnya
2.
Munculnya berbagai masalah yang
tidak terduga
3.
Koordinasi dalam implementasi
tersebut tidak efektif
4.
Perusahaan memberi
perhatian yang berlebihan terhadap aktivitas persaingan dan penanganan krisis
sehingga kurang memperhatikan implementasi yang harus dijalankan
5.
Kemampuan SDM yang terlibat dalam
implementasi strategi kurang
6.
Pendidikan dan pelatihan SDM di
tingkat bawah kurang memadai
7.
Tidak terkendalinya faktor-faktor lingkungan
eksternal
8.
Kualitas kepemimpinan dan pengarahan
dari para manajer departemen kurang memadai
9.
Tidak jelasnya implementasi pada
tugas dan aktivitas kunci
10.
Pemantauan aktivitas oleh sistem
informasi yang dimiliki perusahaan kurang memadai
Daftar Pustaka
Abdul Halim,
Muhammad Syam Kusufi, 2014, Akuntansi Sektor Publik, Jakarta: Salemba Empat
Certo, Samuel
& Paul Peter, 1990, Strategic Management, New York :McGraw Hill,
David, Fred R,
2005, Strategic Management: Concepts and Cases,10th ed, New Jersey:
Prentice Hall
Hunger,J.David
and Thomas Wheelen, 1996, Strategic Management, 5th ed, New York:Addison
Wesley
Purnomo,
Setiawan Hari dan Zulkiflimansyah,1999, Manajemen Strategi : Sebuah Konsep
Pengantar, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar